
Konflik Tanah dan Budaya di Rempang
10 Menit
Tandai selesai
Tambah ke Antrean
Bagikan
Download
13 September 2023
Rempang telah menjadi persemaian konflik tanah, satu dari ribuan kasus serupa di tanah air sejak republik ini berdiri. Penanganan konflik ini yang berat sebelah dan penuh kekerasan telah membangunkan sentimen kaum Melayu. Ribuan orang Melayu datang dari Riau, Jambi, Medan bahkan Palembang berkumpul di Rempang untuk memprotes penggusuran 6 desa di Rempang untuk kepentingan investor. Publik menanyakan apa respon para bakal calon presiden tentang hal ini. Pulau Rempang adalah pulau kecil yang terletak di sebelah utara Pulau Batam. Pulau ini memiliki luas sekitar 2.600 hektar. dan dihuni oleh sekitar 7.500 jiwa. Mayoritas penduduk Pulau Rempang adalah orang Melayu. Konflik tanah berkaitan dengan rencana penggusuran 16 desa setempat yang notabene telah dilengkapi dengan semua fasilitas umum seperti puskesmas, masijid, jalan raya, pelabuhan, angkutan umum, lapangan sepakbola, voli, basket, jaringan listrik dan telpon, termasuk 10 unit SD, 3 unit SMP dan 1 unit SMA. Warga akan dipindahkan ke tempat baru yang terletak di Pulau Galang, sekitar 10 kilometer dari Pulau Rempang. Tempat tinggal baru tersebut akan dibangun oleh Pemerintah. Mata pencaharian utama warga desa-desa tersebut adalah pertanian, perkebunan, dan perikanan. Sebagian warga juga bekerja sebagai pedagang dan buruh bangunan. Konflik tanah di Pulau Rempang telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi warga setempat. Warga kehilangan mata pencaharian, identitas, dan budaya mereka. Atas semua kesulitan yang bakal dihadapi penduduk Rempang Pemerintah Indonesia berkewajiban mencari solusi yang adil dan komprehensif. Solusi tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan warga Rempang dan memastikan bahwa mereka dapat hidup layak dan mampu mempertahankan identitas budaya mereka.. Warga Pulau Rempang menolak rencana penggusuran tersebut karena mereka merasa bahwa tanah mereka adalah milik mereka secara turun-temurun dan mereka memiliki hak untuk tinggal di tanah tersebut. Mereka juga khawatir bahwa penggusuran tersebut akan membuat mereka kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal. Pulau Rempang mulai dihuni jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, yaitu pada sekitar abd ke-16. Ketika itu Rempang masih manjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Johor. Sementara BP Batam mengklaim bahwa tanah di Pulau Rempang adalah milik negara dan memiliki hak untuk menggunakannya untuk kepentingan pembangunan. BP Batam juga menawarkan ganti rugi kepada warga yang terkena penggusuran, tetapi warga menolaknya karena mereka menilai ganti rugi tersebut tidak adil.

creator-rss
Radio Seila FM
10
Subscribers
Subscribe
Komentar
Kreator
Lihat episode lain