
Mencita-citakan Generasi Shalahuddin
7 Menit
Tandai selesai
Tambah ke Antrean
Bagikan
Download
6 November 2023
“Tajuk Rasil” Senin, 22 Rabiul Akhir 1445 H/ 6 November 2023 Mencita-citakan Generasi Shalahuddin Artikel Hidayatullah.com Membahas Baitul Maqdis, kita akan teringat dengan sosok Shalahuddin al-Ayyubi. Dalam sejarah Islam sendiri, Shalahuddin memang salah satu tokoh yang amat sangat penting perannya karena dibawah kepemimpinannya Baitul Maqdis kembali ke tangan Islam. Setelah lebih dari satu genarasi berada dalam cengkeraman kaum Salib. Tetapi seorang Shalahuddin bukanlah pemimpin yang ujug-ujug turun dari langit, dia adalah produk sebuah generasi. Awalnya adalah Al-Ghazali yang hidup di jaman keterpurukan Islam itu, dia berusia sekitar sekitar 42 tahun ketika Baitul Maqdis ditaklukkan tentara Salib. Maka ulama besar yang kemudian disebut sebagai Hujjatul Islam Al- Ghazali ini mendiagnosa kondisi umat Islam saat itu, mengapa sampai bisa sedemikian terpuruknya sehingga puncaknya dengan mudah bisa ditaklukkan oleh tentara Salib. Dia menemukan saat itu umat terpecah belah oleh fanatisme mazhab dan golongan, fungsi ulama berubah yang tadinya guru dan penasihat para penguasa malah menjadi alat politik, dan kecintaan pada harta menimbulkan perilaku menyimpang. Ini semua yang kemudian menimbulkan kerusakan ekonomi, sosial dan politik sehingga melemahkan dunia Islam secara keseluruhan dalam menghadapi serangan-serangan kaum Salib. Menghadapi kerusakan-kerusakan yang meluas saat itu, orang-orang yang tulus ingin menjaga agamanya menempuh berbagai cara. Ada yang kemudian secara pasif mengasingkan diri menjauhi pengaruh buruk dari kerusakan yang meluas, mengevaluasi pemikiran dan konsepnya, kemudian kembali ke tengah masyarakat untuk melakukan amar makruf nahyi munkar. Cara yang kedua inilah yang ditempuh oleh Al-Ghazali. Dia berusaha memproduksi generasi baru para ulama dan pendidik (murabbi), melahirkan sistem baru dalam pendidikan dan pengajaran, menghidupkan misi amar makruf nahyi munkar, mengingatkan pemerintah yang dzalim, menyerukan keadilan sosial, sampai pada memberantas aliran-aliran dan pemikiran sesat yang memang juga sudah ada saat itu. Untuk merealisasikan upaya tersebut Al-Ghazali merumuskan sistem pendidikan baru yang kemudian diterapkan di madrasahnya. Konsep pendidikan Al-Ghazali inilah yang kemudian diteruskan oleh Syeikh Abdul Qadir al Jailani di Madrasah Al-Qadiriyah di pusat kota Bagdad yang memfokuskan kegiatannya pada tiga hal. Pertama pada upaya untuk mencetak lulusan yang siap memegang tampuk pimpinan perjuangan Islam dan menyebarkan misi amar makruf nahyi munkar. Kedua, membangun koordinasi antar madrasah. Ketiga, membuat modul program pendidikan dan dakwah. Dari upaya penyiapan generasi baru yang panjang melalui madrasah-madrasah tersebut kemudian lahir pemimpin umat Nuruddin Zanki yang kemudian melahirkan ‘anak didik’ Shallahudin Al-Ayyubi. Diperlukan waktu sekitar 90 tahun sejak suatu generasi dipersiapkan, sampai menghasilkan buahnya yang sekaliber Shalahuddin ini. Suatu masa keterpurukan yang panjang yang mendahului lahirnya generasi Shalahuddin tersebut sesungguhnya sangat mirip dengan apa yang kita alami di jaman ini. Kini umat Islam terpecah bukan hanya oleh mazhab, golongan dan aliran. Tetapi juga oleh partai-partai..............

creator-rss
Radio Seila FM
12
Subscribers
Subscribe
Komentar
Kreator
Lihat episode lain