Mulai dari nol ya.. Ini adalah episode nol untuk event #PejuangKebaikan . Event yang diinisiasi oleh @paberiksoeararakjat @podcastcampuss dan @thepodcasters.id untuk menyemarakkan Ramadhan 1442 H. Mari terus menebar kebaikan, karena #KebaikanTakBerjarak

Halo pendengar, hari ini saya diundang Bapak Ibu untuk menghadiri acara Aqiqahan kedua buat Almarhum Mbah Kakung nih. Muncul deh berbagai pertanyaan seputar itu dalam benak, apakah aqiqah boleh diangsur? Jadi sistem kredit gitu, hehe... dan apakah bisa menunaikan aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia? Dan lain lain.

Perdebatan seputar Nisfu Sya’ban yang terus berulang setiap tahunnya dan berakhir pada permusuhan, adalah satu dari sekian contoh problematika komunikasi kita. Seandainya kita bisa duduk satu meja dan.... ah sudahlah, simak aja. Ini nggak cuman Nisfu Sya’ban kok. Suwer 😊

Halo pendengar, di episode ini aku ingin berbagi pengalaman dan pengamalan hidupku. Semoga bisa diambil pelajaran.

Buat kamu yang rajin Tahajud atau bahkan sudah “mengharuskan” diri untuk selalu menjaga sholat malam ini, pasti akan gelisah dan galau kalau sampai kelewatan Tahajud. Entah itu gara-gara sakit, tidur terlalu pulas karena capek dengan aktivitas seharian atau kelupaan dan sebab lainnya. Pernahkah terpikir eman banget kalau sampai kehilangan tahajud nih, ada nggak sih amalan penggantinya? Nah, dari sini kita mulai berbincang

Beberapa dari manusia, bahkan mungkin kita sendiri biasa melakukan amal ibadah dengan tujuan kemudahan hidup di dunia. Dhuha biar lancar rezeki, Tahajjud biar diangkat ke maqom yang terpuji, Sedekah biar dilipatgandakan hartanya dll. Kita akan mulai perbincangan di episode kali ini dengan, apakah yang seperti itu boleh?

Siapa sangka ayat Qur'anpun bisa dipakai untuk melegalisasi kesesatan, jika dipegang oleh orang yang hatinya tak lurus. Di episode kali ini saya masih menjawab pertanyaan dari Bang Tahan, lanjutan dari Part sebelumnya di episode 5. Jika kamu belum mendengarkan sepisode sebelumnya, lebih baik dengarkan dulu ya guys.

Allah berfirman di dalam Qur’an, “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat leher.” Apakah ini berarti Allah ada di dalam tubuh kita? Manjing dan Manunggal di dalam diri manusia? Atau bagaimana? Simak di episode kali ini ya

Berawal dari curious-ku di weekend ini, apa sih mahar yang ditunaikan Adam untuk menikahi Hawa? Selamat menyimak kisah cinta pertama dalam sejarah umat manusia, selamat beraktifitas di akhir pekan, Temans..

Allah di dalam al-Qur’an menyebut diri-Nya sebagai “Man Fis Sama’”. Penyebutan ini membuat para ‘ulama menetapkan sifat fauqiyah bagi Allah. Di sisi yang lain, sebagian umat Islam salah dalam memahami sifat fauqiyah ini dengan menetapkan arah atas bagi Allah, dan menganggap Allah bertempat di atas. Inilah penjelasannya, Allah di Atas bukan di atas.