Menjadi manusia juga boleh gagal kok, bukannya itu yang bikin kita tetep disebut sebagai manusia? VO by Ajeng Ardini(@monogrey_me)

Ibu, akhirnya Ayah telah berpulang. Mengistirahatkan lelahnya saat berjuang. Mengistirahatkan lelahmu saat ikhtiar.

Rasanya ingin ku putar kembali waktu, berharap kembali ke pangkuanmu. Saat dirimu belum berpulang, saat senyum di wajahmu lebar.

"Saat itu karir lagi puncak - puncaknya, tapi hati gw bilang ibu butuh gw lebih dari apapun dan segalanya. Gw fokus pada kesembuhan ibu, sampe akhirnya dia bilang udah capek. Ternyata, Tuhan lebih sayang ibu. Gw ikhlas, karena ibu udah gak sakit lagi. Gw bahagia melepaskan ibu, karena gw punya kesempatan untuk merawat ibu sebelum ia pergi selamanya"

Apakah masih bising? Suara - suara di kepala soal banyak pertanyaan, tekananan dan tuntutan.

Ajari aku cara untuk berhenti mengejarmu. Memaksa setiap perasaanku berhenti sedang instastorymu selalu berada paling kiri. Ajari aku cara sepertimu. Cara - cara untuk bahagia meski tak harus denganmu. Cara - cara agar aku percaya, bahwa banyak hal istimewa di luar sana meski tak harus denganmu.

"Everything is figouratable 3 kata ini yang aku pegang saat aku menjadi Ibu"  - Sebuah cerita dari seorang Ibu untukmu.

Aku ingin memberikan jeda yang cukup pada hidup. Melihat bagaimana hidup yang sudah dilalui ini punya arti. Memberikan spasi, agar bernilai tiap paragraf hidup ini. Merayakan setiap kemenangan kecil, agar diri tidak merasa kerdil. Bukankah itu yang menjadikan hidup terasa worth it?

Anak - anak terus melangkah tanpa takut terjatuh, pantang menyerah meski tidak menyelesaikan masalah. Sedang dewasa, dipenuhi kekhawatiran. Takut melangkah meski ujungnya belum tentu terjatuh, ingin menyerah tapi sadar tidak akan menyelesaikan masalah.

Bagiku social media menampilkan versi terbaik kehidupan, yang tanpa sadar kita pakai sebagai acuan. Yang perlahan, menjadi sebuah tuntutan hidup yang ujungnya entah dimana, hingga kita lupa berhenti di "secukupnya". #30HariBersuara2022