E29: Kalo Nggak Tau Jalan Bilang, Jangan Sok Tau! (Bersama Tyo & Sadiq)

Kita berpetualang ke seberang yuk, kita nyebrang lagi aja, kita gak tau nih jembatan dimana nih nanti.

Berarti harus nyebrang balik nih.

Nyebrang balik dong, langsung naik lagi.

Woh air makin besar bang, makin yang kaya gitu tuh kan.

Saya, yuk yuk yuk lompat ke batu ini, lompat ke batu ini.

Topik anjing ini kan dia bisa beredang.

Tolong Rina, Rina tolong.

Aku mengikuti seorang ibu-ibu dan ternyata bukan ibuku.

Itu dia, itu dia.

Aku gak langsung bilang ibu, cuman aku shock kan.

Eh enggak, enggak, enggak ibu.

Enggak ibu ternyata kan.

Dadaku sedar sesak, jantungku kencang, tanganku basah.

Mana, mana ibu, mana ibu nih, mana ibu nih.

Kenapa deh?

Ternyata aku, ibu aku.

Padahal, padahal dia cuman nanya.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Akhirnya teman-teman si Tio comeback nih.

Tak sabar nih aku menunggu komentar.

Apa kabarnya Tio?

Alhamdulillah udah pulang kampung kemarin.

Udah sempat pulang kampung?

Udah sempat.

Lalu sekarang balik lagi?

Balik lagi.

Alhamdulillah.

Kemarin di kampung ngapain aja?

Dadah.

Menjauh aja.

Menjauh dari sosana podcast.

Menjauh dari sosana komentar-komentar noise.

Baguslah.

Karena ada yang komen, Tio stay yaudah.

Oh balik langsung?

Oh cari tiket langsung.

Balik-balik lagi yuk.

Setidaknya untuk satu orang nih.

Ada yang dukung nih.

Alhamdulillah, rambut dah makin panjang pula.

Iya nih bang Pras, anak Skena ini.

Skena apa bang?

Skena Jambrut.

Oh kau anak Skena Jambrut ya?

Satu lagu Jambrut dong.

Pelangi.

Itu belum menang.

Adalah Tio out.

Hahaha.

Pelangi, pelangi.

Alangkah indahmu.

Ya seperti biasa teman-teman ya.

Ini sudah masuk di 30 episode kita bersama Pandeka.

Betul ya?

Lebih?

29 gitu.

29 ini ya.

Oh tinggal satu lagi nih teman-teman.

Cukup lama juga Pandeka bersama kalian.

Terima kasih apalagi pendengarnya dari Sopanste.

Iya itu dia.

Respect kali kita yang selalu aktif.

Kalau udah ada notif itu langsung didengar.

Yang VIP itu langsung dibelinya.

Itu respect kali kita.

Ini tadi waves.

Sorry-sorry lagi ngerjain tua kreasi.

Hahaha.

Mantap kerja sambil kerja ya.

Bang Tio apa kabar?

Sehat tadi.

Udah ditanya tadi.

Dia dari Padang.

Bang Tio nggak kelihatan di podcast Pantek lagi.

Di Pandeka ini kita kehilangan gitu.

Bang Tio ini ke Padang kabarnya mau cari orang yang ngomen-ngomen.

Hahaha.

Mau dipuduk malah ya.

Hahaha.

Ada ketemu?

Ada.

Terus ngapain?

Nak setebal ya.

Hahaha.

Aset dia orangnya.

Hahaha.

Dari komentar bisa ketemu langsung.

Iya lah.

Zaman sekarang ngapain ya bisa.

Terus aku ngapain dia ya?

Nggak ada aja ngobrol aja.

Apa aku bilang?

Apa masalah dia?

Hahaha.

Cewek ternyata.

Cewek masalahnya.

Kok bisa cewek pak katanya?

Cewek ternyata yang komento.

Oh cewek ternyata.

Tuh kau ngapain?

Ya ngobrol aja lah.

Mungkin lah dipake.

Hahaha.

Bercanda, bercanda, bercanda.

Komennya serius tadi.

Hahaha.

Bang Tio seking hebatnya dia bisa menemukan orang yang dicari di kolom komentar.

Iya.

Karena zaman sekarang udah canggih.

Iya.

Zaman dulu kita kalo kehilangan tuh ya hilang aja kita.

Nggak tau dia pacaran gimana sampe ke tujuan itu kan.

Iya.

Nah itulah tujuan episode kita kali ini.

Bagus, bagus, bagus.

Kita akan bahas gimana caranya mencari si komentator itu, Dik.

Hah?

Komentator mana?

Itu yang ngomen-ngomen itu dah.

Bukan.

Nah ini kan udah bridging kok tadi.

Kok balik lagi gitu.

Gimana?

Bridging tadi nilainya 80 tadi nilainya.

Bagus, halus kali.

Jadi gimana menemukan orang komentar itu?

Hahaha.

Kita bahas tentang orang-orang hilang.

Bukan orang hilang ini kita bahas.

Kita memberantas.

Iya ada orang-orang yang suka bikin kita nyasarnya.

Kalo di jalan.

Kalo di jalan.

Jadi ini pengalaman kesasar di jalan.

Iya.

Mau di jalan, mau di rumah, mau di lokasi tertentu bebas.

Ah betul.

Pasti ada satu orang yang kesini nih.

Oh kesini, saya pernah kesini nih.

Iya, iya.

Pada akhirnya, saya udah pernah disini nih.

Nah gitu dia.

Walaupun zaman sekarang udah ada Google Maps.

Tapi kadang kita ditipu juga sama Google Maps nih.

Oh pernah.

Dibawa nih kita ke jalan-jalan yang gak jelas entah berantah.

Iya, iya, iya.

Pernah.

Kapan tuh?

Udah nikah juga.

Eh belum nih.

Hah?

Belum nikah sih.

Dimana? Di Padang? Kok bisa kesasar di Padang?

Iya waktu itu dari, kita dari Padang.

Aku sama Fani nih.

Kayaknya udah nikah lah.

Kemana?

Aku sama Fani pergi ke Maninjau.

Waktu itu si Fani nge-MC.

Ya, tuh.

Jadi sebelum ke Maninjau ini, kita ke Bukit Tinggi dulu.

Dulu.

Dulu.

Dulu dulu.

Dulu dulu.

Dulu.

Kita ke Bukit Tinggi dulu.

Kita ke Bukit Tinggi dulu.

Jadi kalau jalan dari Bukit Tinggi menuju Maninjau nih,

sebetulnya ada jalan normalnya rata-rata orang lewat.

Ya, biasa lah.

Ya, jalan-jalan besar lah ya kan.

Jalan-jalan rame.

Lewat bus di sana tuh.

Jalan alternatif.

Jalan-jalan umum.

Jalan-jalan umum.

Yang bus lewat, orang-orang lewat.

Tapi karena kita pakai Google Map,

sifat Google Map ini adalah mencari jalan yang tercepat.

Iya, betul.

Dia nggak penting jalannya kecil, mau gelap, mau apa,

yang penting cepat sampai.

Mau masuk rumah orang dulu atau gimana, peduli dia.

Iya, itu dia.

Jadi karena sadik bergantung sama Google Map waktu itu,

dicarikannya lah jalan tercepat.

Nah, jadi kita lewati lah jalan Google Map itu kan.

Kita ikutin, kita ikutin.

Selama-lama, lama-lama sadik ketemu jalan yang stuck gitu.

Jadi dia di Google Map itu kan disuruhnya belok kiri nih.

Ini lagi jalan di mobil nih.

Belok kiri.

Kok naik mobil nih?

Naik mobil.

Belok kiri.

Lalu itu jalan udah sempit?

Belum, ini masih agak lebar jalannya.

Belok kiri.

Waktu udah mulai Maghrib itu lah.

Belok kiri.

Maset, pas jalan itu nggak ada belok kirinya.

Belok mana dia?

Nah kan, di mana beloknya nih?

Padahal aku udah jauh masuk ke dalam itu.

Nggak, ini masih lebar Bang Pras.

Jadi ini masih aman lah jalannya.

Pas belok kiri itu nggak ada belokannya.

Maksudnya nggak ada bentuk jalan yang belok kiri itu nggak ada.

Tapi di Google Map itu ada.

Siapa yang belok di sana?

Jadi agak kelewat kan.

Karena kita nggak ngelihat ada belokan,

jadi aku sama Fani jalan terus.

Lah, udah terlewat nih.

Udah belok kiri harusnya tadi.

Putar balik lah aku kan.

Putar balik aku ke posisi belok kiri itu.

Secara detail.

Sudah belok kanan jatuhnya kalau udah putar balik?

Ya, putar balik di jalan yang lurus tadi.

Iya, iya, iya.

Awalnya belok kiri?

Iya.

Kau tetap lurus?

Lurus.

Abis itu kau putar balik lagi?

Putar balik lagi, belok kanan.

Belok kanan.

Ya, aku mencari posisi belok kirinya yang pas itu di mana.

Aku perhatikan baik-baik gitu.

Aku perhatikan baik-baik sampai di posisi itu.

Lalu ada sebuah gang yang sangat tidak mungkin ada orang belok di situ.

Rasanya nggak mungkin di situ.

Mungkin lewat sini nih.

Tapi dia ada jalan.

Biawa ada.

Tapi itu bisa jalan mobil?

Bisa jalan mobil.

Oh, tapi berbatu-batu kayak jelek.

Berbatu-batu kayak nggak mungkin orang lewat situ.

Berbatu, batu, berbubar, lubar.

Ya, maaf, maaf.

Saya masih ada ambil-ambil.

Ini nih, maaf ya.

Lagi, terus.

Terus karena aku bingung kan, aku ragu kan.

Belok sini apa nggak nih.

Ternyata di situ ada kebetulan biawa.

Berbiawa, biawa.

Nggak, kebetulan di situ ada ibu-ibu.

Ibu-ibu sendiri ikut tanyakan.

Bu, kalau ke Maninjau, ke Matur.

Matur ya namanya.

Matua.

Matua itu lewat sini, Bu.

Oh ya, bisa lewat sini katanya.

Oh, bisa katanya.

Kemarin orang Google Maps belok sini juga nih katanya.

Oh bisa ternyata.

Saya percaya lakukan.

Karena ada ibu-ibu yang bilang gitu.

Yaudah dengan memberanikan diri, aku masuklah ke dalam.

Ibu-ibu itu udah tua.

Ibu-ibu itu nggak, masih muda.

Cuma dia pakai peti putih.

Sambil cari jalan keluar.

Sambil megang perut ya.

Saya ada empat hari.

Hahaha.

Yaudah aku masuk ke situ kan.

Ya ini kayaknya nih funny.

Masuk aku, masuk aku.

Makin lama makin mengecil jalan itu.

Jalan itu?

Iya.

Cuma semobil.

Cuma semobil.

Oke.

Dan hari makin gelap kan.

Udah mulai mengaji-ngaji Maghrib gitu kan.

Kayak gitu kan.

Itu subuh.

Itu lebih subuh.

Kalau di sini sih kadang dipakai juga.

Habis itu masuk, masuk, masuk.

Makin gelap, Rin.

Makin gelap dan disitu ternyata...

Nggak ada lampu.

Nggak ada lampu.

Oh udah Maghrib.

Udah Maghrib.

Nggak ada lampu, nggak ada pemukiman warga.

Hutan.

Jadi pohon-pohon jalan ada.

Memang bisa dilawati.

Cuma nggak ada lampu, nggak ada pemukiman warga.

Makin gelap, makin gelap.

Dan makin ke dalam tuh makin berbelok-belok dia.

Makin mendaki-medaki.

Si funny yang penakut kan.

Dia langsung timbul angsieti-angsietinya kan.

Maghrib lagi kan.

Aduh gimana ini.

Langsung diputarnya merotak waktu itu.

Serius?

Diputarnya merotak?

Iya.

Sumpah karena saking takutnya dia.

Tukus rupan dia?

Nggak.

Tapi sampai nggak?

Terus-terus?

Nah itu di jalan terus-terus.

Makin ragu, makin ragu gitu kan.

Aku kan karena laki-laki itu sok berani aja.

Pedal dalam hati ini.

Biasanya ini bukan menakut-nakutnya atau gimana.

Nah suasana kelam kita ada ketakutan.

Ditambah pula dengan murotal itu pas.

Pas gitu.

Jadi semakin kuastis.

Mencegah.

Jadi semakin kuat suasananya jadinya.

Terus-terus?

Ya terus lewati terus kan.

Untungnya bensin ada gitu.

Sempat mati bensin di situ kan takut juga.

Iya, bensin ada.

Terus aku ikutin, jalan terus aku ikutin, jalan terus.

Lama kali itu rasanya kan.

Di jalan Google Maps itu kan.

Ini dimana, keluarnya ini dimana.

Dimana timbulnya ini ketakutan.

Keluar di Venezuela.

Jauh kali ada portal ke sana ya.

Kebetulan keturin gitu tuh.

Iya ikut laku nanti tuh.

Ya ternyata pas sudah sampai di gang keluarnya itu.

Masuk dia ke gang yang normalnya.

Ke jalan yang umumnya.

Baru tau aku posisinya Bang Pras.

Maksudnya, oh disini keluarnya.

Tapi emang cepat.

Emang cepat Bang Pras.

Tapi kau harus melewati gelap, murotal, dan lain-lain juga.

Dan ibu yang kesasar 4 hari itu.

Ibu itu yang bikin jalan sebenarnya tadi.

Oh ibu itu lagi bikin jalan?

Ibu itu yang bikin jalan.

Bertau aku ternyata.

Jadi waktu bikin jalan itu ada jalan jalan aja.

Ibu itu ternyata.

Bikin ces apa?

Bikin ces.

Kok nanya-nya aneh-aneh?

Jadi pas sampai ke jalan umum itu.

Baru aku tau, oh disini timbulnya.

Jadi sampainya itu.

Kepertigaan itu.

Yang harusnya jalan umum itu dari sebelah kiri jalan yang tempat gang keluar itu.

Tapi aku keluar dari gang itu.

Jadi jalan umum itu pas kita lewat itu.

Oh ada gang disini, itu aja.

Ternyata aku keluar dari gang yang itu.

Jadi, oh disini nongolnya gitu.

Itulah sifat Google Maps itu.

Nah, itu kan masih selamat Bang Pras.

Nah, ini abang kandung Google ini.

Nggak selamat.

Bukan nggak selamat.

Selamat tapi nyampainya di Turin.

Nggak, mereka lagi homestay keluarga di Padang.

Turin, daerah mana?

HAHAHAHA

Iya kosong, iya kosong.

Kosong, kosong.

Kosong, kosong.

Kosong.

Bahasa-bahasa baru dari tadi nih.

Turin tuh, Turin tuh di daerah Sumatera Barat.

Di sebelah Simaraso.

Kan ada Matur, ada Turin.

Jadi dulu daerah Sumatera itu cuma Turin, Sumatera aja.

Dibagi.

Serius lah katanya.

Dibintangnya kita serius.

Dibintangnya kita serius.

Serius lah katanya.

Ya aku cari juga lah di Google.

Bagus banget.

Di mana Turin, bagus banget.

Nggak ada yang nanya di mana, apa tuh Turin gitu.

Turin ini apa nih?

Dibantu aku ke Google, dari Google sekolah lagi deh.

Tuh, tuh, tuh.

Lucu kali, lucu kali.

Diantara ketawa kita yang tiba-tiba ada, Turin apa nih?

HAHAHAHA

Apa?

Di mana?

Jadi homestay di daerah Alan Panjang.

Nah, jadi kebetulan lagi mau menjemput saudara yang lain pakai mobil.

Dan itu malam-malam.

Nah, pakai Google Map nih.

Karena memang daerahnya itu masih banyak sawah, masih banyak pepohonan gitu.

Nah, karena menggunakan Google Map ini dibawanya lagi-lagi ke jalan yang cepat.

Iya kan?

Iya.

Ketempat yang sempit.

Nah, ini agak parah Bang Pras.

Kamu sama ibu-ibu tuh lagi.

HAHAHAHA

Ada?

Enggak.

Ini agak parah Bang Pras.

Jadi pas masuk ke dalam jalan yang sempit tuh.

Sini-sini udah ketawa-ketawa.

HAHAHAHA

Gak ada.

Jalannya makin lama makin rusak.

Gak ada asfalt.

Ada kau nih?

Gak ada aku, tapi aku diceritakan.

Oh, dapat cerita.

Dan ini heboh di grup WhatsApp keluarga.

Jadi makin lama jalan tuh makin rusak.

Dan makin gak ada jalan.

Ketemu sungai Bang Pras.

Astaga.

Ujung jalannya sungai.

Ketemu air mengalir deras di jalan tuh.

Di sekelilingnya pohon semuanya.

Astaga.

Malam.

Itu di...

Bingung kan di grup WhatsApp keluarga.

Wih ini gak bisa jalan nih.

Itu dipotoin.

Ada sinyal.

Ada sinyal dipotoin.

Jadi menuju ke air yang mengalir tuh.

Itu sebelumnya turunan.

Turunan yang cukup tajam.

Membuat mobil tuh gak bisa lagi mendaki balik.

Jadi stuck disitu.

Stuck.

Akhirnya mobil tuh stuck semalaman disitu.

Gara-gara Google Maps.

Wih, kacau.

Berapa orang dalam sana?

Berdua.

Siapa aja?

Abang Sadiq berdua.

Sama Fani.

Hahaha.

Sama Fani juga matur tadi.

Matur.

Fani juga matur.

Enggak, Fani di Turin.

Oh iya, sama Turin itu dimana?

Hahaha.

Negara itu ya?

Hahaha.

Itu apa?

Kota di Itali, Pantai.

Hahaha.

Turino, Turino.

Turino pernah dengar?

Turino.

Itu kotanya tuh di Turin.

Iya kan?

Aduh.

Hahaha.

Turino tuh di Turin.

Juventus, Turin.

Iya, Juventus, Turin.

Kalau Ais Roma dimana kotanya?

Itali.

Hahaha.

Negara Itali, Ais Roma.

Iya, kotanya?

Itu kan kota Roma.

Kenyalah bodoh-bodohnya.

Iya, itu tau.

AC Milan, Inter Milan.

Di mana dia ya?

Di Milan.

Kalau Juventus, di Juventus.

Hahaha.

Turin, Turin.

Kota Turin, Juventus, Turin.

Iya.

Baru tau.

Hahaha.

Jadi itulah gara-gara Google Maps itu menemukan jalan yang cepat,

tapi tidak bagus kondisinya.

Akhirnya stuck semalaman dan abangku mencoba untuk cari pertolongan malam itu.

Camping di sana?

Enggak, stuck aja, tidur di mobil aja.

Jalan kaki dia coba cari pertolongan kan.

Jalan, jalan, jalan.

Ketemu satu rumah, satu-satunya rumah yang ada di hutan itu.

Di hutan, kubu dik?

Iya, semacam kubu gitu.

Abangku ngeliat disitu ada motor.

Diketuknya pintu kan.

Duk, duk, duk.

Bu, bu minta tolong bu.

Keluarlah satu ibu-ibu.

Putih-putih lagi.

Hahaha.

Saya ada penari, tapi dia bangun berubah.

Hahaha.

Jadi, bu disitu ada motor.

Boleh pinjam motor bu untuk cari pertolongan gitu.

Enggak mau ibu itu pinjamin.

Hah?

Apa katanya?

Kira maling.

Ya, mungkin ragu dia kan, takut dikira maling.

Ibu itu sendiri di rumah?

Ibu itu sendiri.

Emang tinggal sendiri atau lagi sendiri waktu itu?

Enggak tahu?

Enggak tahu.

Jadi, enggak mau ibu itu pinjamin.

Terus akhirnya balik lagi abangku ke mobil.

Karena enggak dapat pertolongan.

Makanan enggak ada?

Enggak ada.

Wih, susah lagi.

Survivor kan.

Iya, sebetulnya kalau...

Minum gimana tuh? Minum air sungai?

Enggak tahu ya minum.

Tapi sebetulnya yang ditakutin itu takutnya ada harimau gitu tiba-tiba.

Iya, iya kan Sumatra, men.

Iya.

Tengah hutan lagi kan.

Itu aja sih, kalau hantu enggak takut.

Kalau lapar ya tahan lah paling berapa jam.

Iya, harimau sih.

Malam kan itu kan?

Malam.

Bermalam di situ?

Iya, baru pagi-paginya dijemputlah sama keluarga yang lain.

Karena aman kan, terang gitu.

Kelihatan jalannya apa nih, sungainya seperti apa.

Diderek mobilnya?

Diderek.

Wih, gara-gara Google Maps tuh.

Gara-gara Google Maps.

Itu belum update mungkin.

Mungkin belum update waktu itu Google Maps-nya.

Kok bisa dia temuin jalan kayak gitu ya?

Google?

Iya, Google gitu ya.

Justru kalau menurutku karena terlalu update,

dia dipaksainya jalanin bisa nih katanya.

Udah lewat aja berarti di sungai kan?

Iya, bisa kok lewat sini katanya.

Berarti bisa harusnya mobil lewat sana tuh.

Kalau kan di Google Maps itu ada tuh yang jalan mobil, jalan motor,

itu mungkin jalan kapal kali ini.

Ada perairan.

Mungkin ya.

Tempat feri lewat.

Iya.

Di Google Maps itu kalau lihat dulu,

ibu itulah kapten ferinya.

Hahaha.

Saya nggak tahu.

Kalau Bang Pres pernah kesasar?

Kalau aku, kalau aku tuh kesasar tuh waktu ibuku pergi ke pasar.

Masih ingat aku.

Pasar Padang.

Kayaknya itu tuh di ini lah ya, di pasar Padang kayaknya tuh.

Aku kayaknya TK atau SD lah.

TK kayaknya.

Masih ingat jelas sama aku.

Pokoknya ibu tuh sibuk lah.

Kadang kan kalau ibu kita terlalu sibuk membeli,

itu kan kita kosong, kita kayak dendang-dendang plastik.

Iya, iya.

Main-main kacang biasanya.

Iya, iya betul.

Kita remas-remas kacang.

Iya.

Waktu itu kalau, waktu itu ya aku remas.

Hahaha.

Apa nih?

Terlalu panjang.

Terlalu panjang.

Pokoknya aku main-main lah sendiri gitu kan.

Dia lama kali.

Terus aku di mana?

Kau nggak ada waktu itu, Tio.

Terikut aja.

Iya, perasaan-perasaannya kau nggak ada.

Karena aku TK, kayaknya kau terlalu kecil,

nggak mungkin kau jalan sama aku.

Pasti digendong.

Iya kan?

Kalau kau aku tahu ceritanya,

apa yang akan kau ceritakan.

Apa tuh?

Yang di depan mesti kan?

Nah nanti si Tio tuh.

Kalau aku di pasar, itu rame tuh,

karena lama aku hilang.

Lama aku kesasar jadinya,

karena waktu aku main-main tuh kulihat,

oh enggak, aku mengikuti seorang ibu-ibu,

dan ternyata bukan ibu-ibu.

Hahaha.

Itu dia, itu dia.

Jadi kulihat aja bajunya sama,

kayak jilbabnya sama,

ikut, ikut, ikut, ikut, ikut.

Terus dia melihat aku,

aku nggak langsung bilang ibu.

Cuma aku shock kan,

eh enggak, enggak, enggak ibu.

Hahaha.

Nggak ibu ternyata kan.

Nah aku nggak langsung bilang ibu saya di mana,

itu nggak ada saya bilang.

Iya, iya.

Saya langsung putar balik aja,

eh di mana nih Tia,

tadi belok kiri kayaknya,

saya belok kiri,

saya belok kanan,

saya belok kiri.

Hahaha.

Mana ibu?

Mulanya ada suara-suara,

hehehehehe.

Semirjalan gitu kan.

Ya ada orang menggale gitu kan,

menggale.

Hahaha.

Berjualan.

Ada orang berjualan begitu kan,

bapak-bapak itu dilihatnya aku,

cuman aku udah mulai sesak nafas.

Ditanyanya,

sebenarnya aku tidak menangis.

Iya.

Karena ada orang yang menangis.

Hahaha.

Karena ada orang yang menangis.

Kaki lagauan.

Hahaha.

Namanya melalui gelas retak.

Iya, iya.

Dilaluinya gelas retak.

Dia sudah tergenal air mataku,

dadaku sudah sesak,

jantungku kencang,

tanganku basah.

Mana, mana ibu,

mana ibu nih,

mana ibu nih,

kenapa deh,

ketawakan aku.

Hahaha.

Padahal,

padahal dia cuman nanya.

Hahaha.

Tapi kita pernah terancang.

Nah,

yang makin nangis aku,

waktu aku berteriak itu,

semua orang melihatku,

dan merumun sama aku.

Iya.

Makin panik aku kan.

Iya.

Eh, nak siapa nih,

nak siapa nih,

oh ilang nih,

ada kata-kata,

oh ilang nih.

Iya.

Masuk ke kupingku,

stres aku mengeretat badanku kan.

Makin ibu nih,

mana ibu.

Hahaha.

Ditanyanya.

Cuman,

aku tuh tau cuman si Teba,

aku bilang.

Iya, iya, iya.

Di mana tinggal si Teba,

aku bilang.

Di mana gak si Teba,

aku bilang.

Hahaha.

Mana ibu nih,

ya Allah.

Hahaha.

Menangis aku kencang-kencang kan.

Nah cukup lama aku di toko bapak tuh,

kayaknya dia menjual kain waktu itu.

Duduk disini dulu lah.

Iya duduk disini dulu,

nanti dicariin ibunya.

Awalnya aku gak mau,

takut aku gitu kan.

Ada aman nih,

suruh duduk aku tetap berdiri disamping toko tuh.

Iya, iya, iya.

Jadi bapak tuh lah duduk pula,

dia sampingku,

ada pula ibu-ibu sampingku kan.

Terus aku masih ingat ibu-ibu tuh bilang,

kemarin anak si ini ilang pula.

Hahaha.

Maksudku kan,

ah ini tempat ilang anaknya.

Hahaha.

Nangis aku,

semuanya apa kata orang dewasa tuh kan,

menurutku takut.

Iya, iya, iya.

Ibu, ya sorry ibu tuh pula,

enggak pula,

lihat aku lagi nangis,

harusnya dia diam aja.

Dia ngobrol pula sama bapak yang tukang,

apa namanya,

kain gitu kan.

Bilangnya,

iya kan anak ini pula,

ilang pula kemarin cuma,

dia anaknya tuh lari sampai disitu,

kata dia sampai ke depan pasar,

kata dia.

Tuh aku menangis,

aku niatnya awalnya pengen lari pula aku,

cuman kata dia,

makin ilang,

aku makin takut,

iya kayaknya disini aja.

Dikasihnya aku minum,

masih ingat aku tuh,

apa,

te,

aqua gelas.

Oh.

Kasihnya mineral gelas tuh kan,

kaku,

dah aku sedot pula.

Itu kayaknya sekitar 30 menit lah,

lama tuh.

Menunggu ya?

Kemana ibu?

Nggak tau aku,

habis itu ibu datang sambil lari,

aku panik juga.

Nah habis di peluknya,

aku tuh dibilangnya,

kamu masih angget.

Hahaha.

Dimana aja kamu?

Pertanyaanku.

Aku tuh diam nangis terus,

sebenarnya aku yang mau bilang,

ke ibu yang kemana?

Hahaha.

Menangis-nangis lah aku sepanjang jalan tuh,

tapi lega aku.

Lega langsung ya,

pas liat ibu tuh pasti langsung.

Nyes badan aku.

Nyes alhamdulillah.

Iya kita tuh dramatis banget tuh.

Iya waktu kecil tuh begitu,

panik aja aku kehilangan tuh,

kayak hancur lah hidup.

Hancur lah hidup.

Kayak nggak ada masa depan kita lagi.

Iya nggak ada,

habis aku sama siapa tinggal.

Tuh liat bapak tuh,

masa aku akan menjual kain.

Hahaha.

Tapi itu masih untung,

ibu tuh panik bang Pras.

Kadang kita udah drama-drama gitu,

ibu tuh datang,

ah konyol.

Hahaha.

Mama mendingin nangis.

Santai-santai,

santai aja.

Konya karena cukup lama,

mungkin dia keliling-keliling.

Dan dia berlari tuh sama orang-orang juga,

yang menemani dia.

Jadi kalau di slow-mo tuh kayak,

anakku, kata dia gitu.

Itu makin drama aku.

Itu menangis aku gitu.

Itu dia di peluknya aku,

itu dibilang sama tukang kain tuh,

ah ambil nanti 2 juta.

Hahaha.

Bawa lah 2 juta, kata dia.

Hahaha.

Sama kandang.

Jadi semua,

kita waktu kecil pernah gitu Nes?

Pernah.

Hilang?

Oh di pasar nggak pernah hilang?

Nggak, nggak.

Aku di Dufan waktu ada,

Pak Hawana,

apa Hawana?

Wahana.

Hahaha.

Hawana.

Hahaha.

Hawana.

Hawana.

Hahaha.

You cant be sorry.

Hawana.

Hawana.

Siapa yang bilang Hawana?

Hahaha.

Hampir.

Hawana, Hawana.

Hahaha.

Itu sama abang juga kan bang?

Iya.

Aku masih ingat.

Hawana.

Lucu-lucu.

Hahaha.

Tuh, tuh, tuh.

Iya kan,

aku masih ingat dah,

kau kelas berapa?

Yang itu apa,

mobil cepat itu apa namanya?

Hahaha.

Tornado itu apa?

Alilintar.

Alilintar ya?

Iya.

Rollercoaster.

Rollercoaster.

Dipandang kan nggak ada itu.

Iya, rollercoaster.

Diri, diri, diri.

Kau lihat itu,

karena anak kecil nggak boleh itu.

Nggak boleh.

Kau lihat-lihat aja itu terus.

Kau lihat-lihat aja,

pas aku pegang tangan orang,

kirain tangan ibu.

Hahaha.

Taunya ibu-ibu yang lain.

Ibu-ibunya dipegang juga.

Hahaha.

Tuh apa kata ibu tuh?

Langsung nangis ya?

Nangis.

Masih ingat aku ya,

kejadiannya ya.

Eh sumpah.

Oh itu ilang darah.

Ilang putih si Tio itu tuh.

Nah kita ketemunya,

malah karena kita pusingkan di depan tuh,

mana Tio, mana Tio,

dari kejauhan ada anak kecil nangis.

Hahaha.

Sambil jalan.

Hei ibu.

Hei ibu.

Tapi dia nggak ngadep kita,

kayak melintas dia gitu.

Hei kita di sini.

Hahaha.

Si Tio lucu kali.

Menangis dia tersedak-sedak ya Allah.

Astaghfirullah.

Itu pasti perasaannya sama kok kayak bang Prasut.

Sama lah.

Apa perasaan kau untuk Tio?

Wah nggak bisa diceritakan.

Hahaha.

Digambarkan mungkin bisa.

Gimana-gimana?

Kayak gimana ya,

orang rame-rame pergi kan.

Iya, iya, iya.

Ya sekeluarga besar lah waktu itu.

Tapi nggak ada berkira untuk melapor gitu,

kayak pak saya hilang pak gitu.

Belum ada.

Diumumin kan biasanya?

Kalau di Dufan itu diumumin kan?

Iya.

Aku lupa.

Nggak sempat diumumin.

Pokoknya kau ketemu,

kau lagi jalan,

entah sama siapa,

entah emang kau sendiri,

lupa aku itu.

Biasanya diumumin kalau di Dufan itu,

kalau abang Tio hilang itu kan,

ditemukan seonggok daging.

Hahaha.

Pakai toa yang berisik itu.

Pakai toa yang berisik itu.

Halo, tiga, dua, satu.

Hahaha.

Pakai toa yang berisik itu.

Kenapa dia,

kenapa dia dilotarkan?

Kenapa dia dilotarkan?

Hahahaha.

Kenapa dia dilotarkan?

Kenapa dia dilotarkan?

Astagfirullahaladzim.

Iya ya,

pemberitahuan itu kadang-kadang nggak jelas ya.

Nggak jelas informasinya.

Di Bukit Tinggi kan ada juga yang kayak gitu.

Banyak toa-toa.

Astagfirullahaladzim.

Hahaha.

Astagfirullahaladzim.

Akhirnya untung kau ketemu.

Cukup lama nggak ya?

Lumayan lama.

Lumayan lama.

Tiga, tiga, tiga.

Dua.

Hahaha.

Lucu banget.

Hahaha.

Tiga, dua, satu.

Hahaha.

Hahaha.

Dua.

Hahaha.

Aku mau main,

mau main kandinasinya.

Hahaha.

Di ledak ini anaknya.

Aduh dilotarkan ini anaknya.

Oke oke.

Aduh, aduh yakin ya Allah.

Siri nilang.

Saya hilang itu kelas tiga SD gara-gara berteman dengan teman saya itu setahun data saya.

Abang-abangan.

Abang-abangan, jadi waktu itu hilang berempat.

Si Tovik yang data saya, saya, Sandro, satu lagi Andre.

Ini adik-adik di bawah juga tuh.

Andre.

Andre.

Yang paling besar tuh si Suria.

Si Tovik, nggak ada Suria.

Hahaha.

Siapa Suria, siapa Suria.

Tovik.

Cepet lah, cepet lah.

Hahaha.

Kayaknya ditutup situ aja lah.

Jalan dulu, jalan dulu.

Ya, si Tovik.

Itu kelas empat, kelas empat SD.

Jadi kita main-main ke petang sungai.

Petang air.

Petang air ya.

Di sungai di belakang rumah tuh bang.

Ya.

Si Tovik ini nggak bisa berenang.

Saya berenang masih gaya anjing yang nggak bisa.

Ya, ya, ya.

Masih mengapung-apung aja.

Apa sih, coba-coba.

Kau jangan ngisap feb kalau nggak bisa ngisap feb.

Terus yang dua, yang kecil ini juga belum bisa berenang.

Kita main-main di sungai ini.

Suasana ketika itu udah gelap mau hujannya.

Ya.

Tapi udahlah, kita selesai berenang ini.

Kita berpetualang ke seberang yuk gitu.

Ada ide-ide begitu.

Dari stopik nih.

Stopik.

Ya.

Kok iya kan?

Iyalah, ayo kita berpetualang kita gitu.

Ya.

Jadi sungai itu, jembatan menuju seberang waktu itu belum ada.

Yang ada tuh cuman rail kereta api.

Bayang nggak?

Di antara sungai itu?

Di antara sungai itu.

Ada mobil Abang Sadiq nggak?

Nggak.

Nggak ada.

Oke.

Itu kan diturin.

Ya, gitu-gitu.

Jadi untuk menyebrang itu kita lewat rail kereta api tuh.

Nyebrang sana tuh.

Kan jembatan tuh nggak bolong-bolong gitu kan.

Di atas tuh tanpa pengaman, tanpa apa kita nyebrang terus tuh.

Ya.

Sampai di sebelah.

Terus jalan ke ujung, jauh nih kemana nih?

Oh saya tahu, ini tempat saudara saya Kak Kasi Topik.

Ada saudara Topik.

Ya, karena kita mau ngambil bengkuang.

Bengkuang.

Jadi saudaranya tuh tanam bengkuang katanya.

Kita ambil bengkuang dia yuk.

Ikutlah jalan kemana nih Topik?

Terus-terus, sampai terus-terus-terus-terus.

Mulai ini rintik-rintik hujan.

Ada jam berapa kira-kira nih?

Sore tuh Bang.

Sore.

Rintik-rintik hujan terus kayak, dia kayak eh, eh nggak di sini kayaknya nih gitu.

Masalah.

Kesel kan, kau tahu nggak?

Ini udah kayak di hutan-hutan nih.

Belum, masih tanah lapang kosong.

Kan di Padang yang arah ke Bandar Buat tuh kan tanah kosong yang sawah-sawah gitu tuh.

Ada tanaman-tanaman bengkuang dan terong-terong gitu lah.

Timun, timun.

Timun.

Pisang-pisang.

Pisang, ada banyak sana ya.

Terus udah mulai hilang di sana, nggak tahu sadar lagi.

Di si Topik nih udah mulai nangis dia nih.

Dia nangis?

Dia yang nangis.

Dia yang nangis.

Dia yang nangis.

Dimana nih?

Kau berdua aja berarti?

Berempat.

Suria kan?

Suria.

Nggak ada Suria.

Suria.

Ada Topik, ada saya, ada Sandro, ada Andre.

Iya, Sandro.

Iya, dua nih kecil-kecil nih.

Andre sama Sandro.

Iya, terus saya kan.

Dia udah nangis nih.

Dimana nih? Dimana nih?

Terus teman-temanku yang lain?

Ada adiknya tuh terus nangis pula dia.

Bagaimana pulang kita mau dibawa-bawa?

Nah kan pante.

Ini saya kesal.

Kau nggak nangis?

Nggak nangis aku.

Marah aku sama Topik tuh.

Tertutup rasa takut nangis.

Itu sebenarnya bangka ya.

Kesal jadinya lagi ya.

Saking paniknya kok nggak nangis, marah jadinya.

Anjing kau.

Pante, maaf.

Ketahu nggak rumah saudara kau tuh.

Naik pitam kau ya.

Naik marah aku.

Di sini tapi nggak tahu dimana ini.

Ini udah jauh.

Ketah dia.

Terus?

Terus kepikiran air udah mulai nih bang.

Kan air naik tuh kan duluan daripada hujan turun tuh.

Air sungai, air sungai.

Kita masih di pinggir sungai nih.

Udah mulai meluap, udah mulai meluap.

Di seberang, kita masih di pinggir sungai.

Tapi ke ujung atau terus arah ke atas terus.

Karena pasti dari atas duluan kan.

Udah hujan.

Iya.

Kepikiran lah.

Udah kita nyebrang lagi aja.

Kita nggak tahu nih jembatan dimana nih nanti.

Berarti harus nyebrang balik nih.

Nyebrang balik dong.

Karena udah di seberang sungai kan.

Itu lewat sungai tuh.

Lah sungai lagi, wah air makin besar bang.

Makin yang...

Kayak gitu tuh kan.

Saya, yuk yuk yuk lompat ke batu ini, lompat ke batu ini.

Si topik anjing ini dia kan udah bisa beredar.

Tolong reda, reda, reda, reda.

Ini masih nyebrang yang tepi-tepi aja ya.

Karena kan sungai...

Padahal topik ini lebih besar padahal.

Iya satu tahun bedanya cuman, dia kelas lima.

Sungai itu makin ke atas jadi dia makin lebar bang.

Iya, iya, iya.

Makin lebar gitu kan.

Airnya makin deras juga.

Nyebrang, nyebrang gitu tuh gak siap.

Gak ada batu untuk pijakan nyebrang ke ujung tuh.

Berarti harus berenang.

Harus berenang.

Tapi kan gak bisa berenang nih dia anjing-anjing ini.

Si topik, si topik.

Tiga orang dia gak bisa berenang nih.

Kok, kok bisa?

Aku kayak anjing yang kayak gitu-gitu doang.

Iya, iya, iya.

Nyampe, oh gak bisa ini kita cari ke atas lagi.

Supaya kupikir banyak batu-batu untuk bisa nyebrang.

Terus sampe kesana ada bapak-bapak dekat situ.

Bapak-bapak pake kain sarung.

Pake handuk pink di lehernya.

Pake ember hijau kecil.

Oh mau mandi dia.

Habis mandi dia.

Oh habis mandi.

Habis mandi ya pak.

Dari mana kok tau dia habis mandi?

Udah bersih dia.

Udah bersih.

Rambutnya udah basah, udah kayak gini dia.

Udah gosok-gosok dia.

Gak ilang kertap-kertapnya ya.

Gak ilang kertap-kertapnya.

Terus nampak lah sama aku kan.

Woy ada apa-apa pak nih?

Aku teriak gitu.

Pak tolong!

Gitu.

Pak tolong pak!

Anak-anaknya nangis. Pak tolong pak!

Ya Allah.

Pak tolong pak!

Bapak tuh mungkin ngeliat kita tuh kayak.

Woy ma! Nama pak!

Oh dia seberang kan?

Dia seberang.

Dia seberang kan?

Iya, iya dong.

Bapak tuh macam liat.

Sebentar.

Aku tanya.

Itu tuh apa? Bapak atau si pilih?

Bapak-bapak.

Bapak-bapak.

Aku masih kebayangkan bentuk bapak-bapak tuh.

Pakai kain sarung, pakai handuk pink,

pakai ember hijau yang isinya pepsoden dan sebagainya gitu.

Orang-orangnya nangis nih.

Bapak tolong pak!

Bapak tuh nyawat sebenarnya.

Bapak tuh ngeliatin aja bang.

Jadi kayak emang.

Kayak ngapain anak-anak dia sebenarnya gitu.

Pak tolong kita seberang pak!

Tapi dia liat kau nangis sebenarnya, anak-anak tuh?

Aku nggak tau dia ngeliat atau apa, tapi dia ngeliatin aja.

Ada empat orang nih anak-anak di ujung tuh ngapain ya.

Terus saya bilang ke ada adik ini,

ya kita nyeberang aja lah ya.

Kau ikutin aku, ada batu-batu besar nih ya.

Jadi kayak lompat kodok itu tau nggak?

Disini ya.

Lompat disini ya.

Oh iya.

Ada juga istopiknya kan nggak bisa berenang, jadi kayak.

Gimana?

Oh dijangkau-jangkaunya sama kaki.

Oh saya jadi model orang kapten ini,

saya rasanya di situan.

Injak ini.

Injak ini, ya itulah.

Aku nyeberang dulu lah.

Lompat, lompat disitu lagi.

Itulah.

Wih dramatis.

Drama bang.

Kan itu air makin gede deh bidnya.

Sampai tapi akhirnya?

Sampai bang.

Alhamdulillah.

Pas kau sampai bapak tuh diseberang itu lagi?

Bapak tidak!

Tidak.

Bapak tuh yang.

Tidak, tidak, tidak.

Saya tidak boleh berenang.

Akhirnya sampai lah.

Sampai lah kita berenang.

Nangis semuanya, aku pun nangis jadinya.

Bapak pun tuh nangis?

Enggak lah, bapak tuh kan masih diam.

Dia ngeliatin ngapain anak-anak ini, siapa ini gitu.

Dari tempat itu ke rumahku cukup jauh?

Jauh bang.

Itu kalau sebenarnya itu berada di Banda Buet atau apa ini?

Banda Buet.

Arah di atas itu apa namanya tuh?

Padang Besi.

Padang Besi.

Aku kelas 4 SD.

Dekat Gadut.

Dekat Gadut.

Ada sungai itu kan?

Ada sungai itu kan?

Itu aku keluar sampainya ke sana tuh.

Jauh lagi?

Jauh.

Dekat-dekat jam set.

Kau jalan kaki itu ke rumah?

Jalan kaki.

Kesana jalan kaki udah panik, udah cepat kan?

Eh, panik.

Panik, cepat apa nih?

Dia mau bilang capek.

Tapi cepat.

Capek ya.

Udah lelah, udah lelah.

Enggak, udah lelah sebenarnya tuh.

Udah panik, udah cepat.

Asli.

Ya Allah.

Ya Allah.

Asli lucu kali sih.

Asli lucu kali sih.

Udah cepat ya kan?

Kalau panik itu penat.

Penat.

Sampainya ke sana.

Kita waktu nyebrang itu bang.

Bentar, bentar.

Panjang nih cerita nih.

Dramatis sekali.

Terus, terus.

Nangis kan aku, nangis.

Alhamdulillah sampai kita...

Oh nangis terharu berarti ya?

Terharu aku.

Karena emang waktu itu mulai hujan.

Mulai yang...

Kayak gitu.

Kita kebasaan kan.

Terus kita mulai mendaki jalan arah ke...

Daratan apa ya istilahnya?

Sepal.

Kampung lah tiba-tiba.

Oh, pemukiman.

Pemukiman.

Pemukiman.

Pemukiman.

Waktu itu ada...

Sampai sana langsung ada berita.

Nampak ibu-ibu.

Danu, danu.

Hino.

Hino.

Tiba-tiba danu.

Danu.

Danu.

Danu, danu.

Kok danu.

Terus.

Tiba-tiba pemukiman.

Ketemu sama ibu-ibu di sana.

Saya nanya sama ibu-ibu itu.

Ibu, ini dimana ibu?

Kayak, ibu ini dimana ya ibu?

Terus apa kata ibu itu?

Kalian dari mana?

Dari Mang.

Kita dari Cangkeh, ibu.

Pung baru.

Kaget ibu itu.

Cangkeh Pung baru jauh.

Jauh kali kau ini.

Tapi ibu tidak bilang ini dimana.

Tiba-tiba kira-kira dimana.

Dimana?

A, di Turin.

B, di Barcelona.

C, di Ujung Pangilun.

Atau semuanya benar?

Hino, Hino, Hino.

Saatnya kemancing-mancing tapi dilepas sama dia.

Tidak disempat.

Ditinggal memang dia.

Ditanya sama ibu itu.

Dimana ini ibu?

Kalian dari mana?

Di Cangkeh Pung baru, ibu.

Jauh kalian lagi. Pulanglah.

Pulanglah.

Masih nangis juga.

Kan lapar waktu itu.

Ada mangga.

Kau curi pula mangga?

Curi mangga.

Berapa jauhnya?

Berapa jam kira-kira?

Duit tidak ada pula.

Duit mana ada?

Satu persen pun tidak ada duit.

Tidak ada duit.

Kita kan niatnya mandi-mandi di sungai.

Tapi kasih ide, kita makan bengkuang.

Saudaraku ada nih.

Timun kau bilang tadi.

Bengkuang.

Bengkuang.

Pisang.

Itu banyaklah kebun di sana.

Lapar akhirnya kau ambil mangga.

Kau curi mangga.

Dapat mangga?

Dapat mangga.

Mangga ini yang muda-muda itu kan dekat.

Yang kuini.

Tidak, mangga biasa.

Bukan kuini.

Mangga lah pokoknya.

Mangga.

Lempar sendal, lempar aput.

Dapat tuh.

Dapat.

Sambil jalan.

Sambil jalan kita kuis-kuis.

Apa kuih-kuih apa namanya?

Iya, kita makan.

Gigi-gigi itu.

Makan, makan, makan.

Makasih bok.

Makan kita semua.

Sambil nangis.

Tapi kau tahu arah jalan pulang habis itu?

Nah patokanku, rumahku itu arah bawah aku bilang.

Pasti matahari terbenam di sana gitu.

Lihat aja tuh.

Tapi kan hujan.

Oh iya.

Kondisi hujan waktu itu tuh.

Iya pokoknya jalan terus.

Dingin, lapar lah tuh ya.

Basah bang.

Kita udah yang menggigil gitu.

Dimana nih jalan terus.

Kita gak ketemu jalan raya waktu itu.

Pokoknya patokannya udah arah sini aja, arah sini aja, arah sini aja.

Kan mulai di ujung, di ujung tuh kan mulai terang tuh.

Ada cahaya-cahaya.

Hujan di sini nih.

Matahari di situ.

Di ujung tuh gak hujan.

Gak hujan.

Mulai kelihatan di situ.

Wah tuh ada matahari, berarti situ arah kita tuh.

Kau melihat tuh kayak apa ya.

Kayak banyak lahut.

Oh itu matahari, ayo kita ke situ.

Kita mengarah ke matahari.

Itu green land.

Iya.

Jalan di situ tuh.

Sambil hujan, nangis-nangis.

Akhirnya ketemu jalan yang.

Dimana kau tahu.

Ada rail.

Banyak kali railnya, tadi kau juga naik rail lagi.

Iya kan, jadi kan nyebrang rail.

Balik ke situ lagi.

Jadi aku jalan di atas itu, ketemu lagi rail.

Di otakku, kalau aku ikutin rail ini.

Sampai kita ke jembatan tadi nih harusnya.

Iya, iya, iya.

Ikutin rail itu sampai benar-benar ketemu lagi.

Nah ini jalan pulang nih, nah ini udah tahu nih.

Oh akhirnya nampak.

Nangis kita kayak Laskar Pelangi tau gak bang.

Iya, iya, iya.

Berempat tuh pegang tangannya.

Berlarilah dan terus tertawa.

Menggabis.

Menggabis.

Bersenang-hati pulang ya Allah.

Alhamdulillah nangis berpelukan kita.

Selamat kita, Alhamdulillah.

Dilarut, dilarut.

Sampai di rumah, aku kan di rumahku tuh ternyata gak hujan-hujan kali.

Udah terang.

Aku jemur lah bajuku dulu.

Karena kalau basah pasti kena marah.

Pulang aku di rumah, pertanyaan mamahku.

Eh enak makan, nang.

Itu aja.

Enak makan kau.

Enak makan kau.

Main aja.

Padahal kita udah ilang berjam-jam itu tuh jauh tuh.

Udah berapa pulang?

Uh maghrib bang, udah.

Tapi gak sampai malam ya.

Gak, gak, gak.

Berarti gak tau orang tua ya.

Gak tau, emang kosong aja kau, mana aja ada makanan gitu.

Oh iya, itulah, itulah ya.

Makanya kita harus undang pula orang tua buat kali ini.

Biar dia bisa ngasih tau kenapa banyak anak-anak ilang karena dia.

Karena aku.

Iya kan, langsung aja kita undang.

Kita panggil dia ini acang ahli menemukan jalan sadeg.

Oke.

Amak.

Buka pintu.

Iya, iya.

Assalamualaikum.

Waalaikumsalam.

Kan udah buka pintunya, kenapa diketuk lagi?

Halo Amak.

Halo Tio.

Sehat Amak?

Eh ada lagi.

Senang Amak disini.

Halo Rin, halo Sadeg.

Iya apa pembahasan kali ini?

Pembahasan kali ini cerita sejarah Columbus menemukan India Amak.

Itu belum baca Amak lagi.

Itu belum baca Amak lagi.

Kita cerita tadi pengalaman hilang Amak.

Kesasar lebih tepatnya ya.

Apa ada orang yang bisa nyasarin kita.

Iya.

Kesasar sendiri.

Kalau tadi kan dari Google Maps aplikasi yang menyasarkan dia.

Iya, iya, iya.

Kalau Tio apa ilang di depan.

Ilang di depan.

Sipras tadi tuh.

Ilang di pasar.

Itu kan dari sudut pandang anak nih Mak.

Iya, iya, iya.

Kenapa sih dari sudut pandang Amak tuh suka menghilangkan anak.

Dan pas ketemu anak tuh dia santai aja orang tua nih Mak.

Sebenarnya nggak ada santai.

Amak waktu anak Amak yang keempat waktu itu pernah hilang waktu Amak sedang jalan-jalan di Turki.

Turki.

Iya Amak jalan-jalan di Turki waktu itu.

Di kota apa tuh Mak?

Istanbul.

Istanbul.

Istanbul.

Di kota Istanbul kalau Amak kalau kota-kota negara-negara cepat.

Karena Amak sudah keliling dunia.

Amak sudah keliling dunia.

Amak lagi di Istanbul waktu itu mau cari kepala ikan.

Mulai kepala ikan.

Nggak susah tuh kan nemunya di sana tuh.

Agak-agak susah.

Jadi Amak jalan lah kan.

Sebenarnya orang tua itu lagi fokus dia.

Dia lagi fokus nyari makanan atau baju misalnya begitu kan.

Kebutuhan lah.

Iya anak Amak ini sudah Amak bilang jangan lari-lari jangan jauh-jauh dari Amak.

Iya kan?

Karena kalau jauh-jauh nanti hilang.

Amak itu sudah piling Amak.

Sudah piling Amak kalau si anak Amak ini.

Siapa namanya Amak?

Hendra.

Hendra.

Hendra waktu itu Amak anak ketiga Amak itu Hendra.

Nah jadi Amak sudah bilang hen kata Amak.

Jangan jauh-jauh dari Amak anak nanti hilang kata si itu kan.

Terus Hendra itu bilang iya, iya, iya, iya.

Nampak Amak dia waktu itu.

Amak masih ingat dia pakai sendal waktu itu.

Pakai sepatu waktu itu.

Jalan, jalan, jalan.

Dia itu sudah main-main dibukanya sendalnya.

Dia lemparnya ke langit, ditangkapnya lagi.

Main-main sendiri aja dia.

Ada suatu waktu itu ketemulah sama Amak kan kepala ikan.

Amak tanya ini kepala ikan apa?

Kepala ikan todak.

Nah itu ya sudah.

Boleh lah kata Amak.

Kepala ikan gambolo nggak ada gambolo?

Amak ada di Turki.

Mana ada gambolo?

Todak ada di Turki.

Todak ada di situ sama kepala kau satu.

Sabar, sabar.

Siapa ini?

Tio.

Adik-adiknya si Prasma.

Nah jadi kan abis Amak apa itu apa namanya?

Marahin si Hendra itu?

Nggak, nggak ada Amak marahin.

Karena Amak baru ketemu ikan kepala ikan.

Nah pas Amak mau bayar Amak lihat ke kanan, ke kiri, ke belakang, ke atas, nggak ada anak Amak itu.

Senang Amak.

Panik lah.

Amak agak stres waktu itu, agak panik Amak.

Tapi Amak coba keep calm.

Tenang.

Tetap tenang kan.

Santai Amak, Amak jalan, jalan, jalan, Amak lihat, lihat, lihat.

Amak coba denger suara sebelah kiri Amak kan.

Ada orang, whats your name, whats your name, whats your name.

Siapa namamu?

Bahasa Inggris orang di Turki itu Amak ya?

Bahasa Inggris orang di Turki.

Dia kan lagi banyak.

Kalau di situ kan tulis-tulis kan pakai bahasa...

Bahasa Inggris.

Iya kan?

Iya, iya, iya.

Nah saya pikir di Turki itu dia ngomong pakai bahasa Turki juga.

Amak kan bisa juga bahasa Turki waktu itu.

Kalau iya, siapa namanya tuh bahasa Turki itu Amak?

Hufuci.

Wah itu, Hufuci.

Hendra.

Terus Hendra, ah Hendra itulah yang Amak akhirnya Amak marah.

Karena dipecarutkannya semua orang Turki waktu itu.

Wah, apa katanya Amak?

Hah?

Apa? Waktu itu dibilangnya Asu, Asu, Asu katanya.

Nah di Turki mana Asu ya?

Kan dia anak Amak.

Anak Amak, anak Amak, anak Amak.

Walaupun dia dari Padang dia suka pecarutnya pakai bahasa Jawa.

Asu, Asu, Asu.

Terdengar sama Amak.

Terdengar sama Amak kan, ah ini si Hendra nih.

Iya, iya, iya.

Pas Amak lihat, ternyata emang benar si Hendra.

Karena dia ngomong Asu, Asu, Asu, Asu tuh.

Ikutlah Amak, bilang ke orang-orang juga Asu, Asu, Asu.

Hahaha.

Gitu, sebenarnya Amak lucu.

Amak cuma bilang.

Orang tua kenapa bisa terlepas anaknya, hilang anaknya.

Karena mungkin lagi fokus sama yang lain.

Atau mau beli makanan, anaknya nggak terlihat.

Tapi anaknya main-main sendiri.

Iya.

Oleh karena itu menurut Amak, kalau ada ibu-ibu ke pasar.

Iya kan.

Nah, jangan bawa anak.

Kalau seandainya nggak bisa terpacikan.

Terpegang anaknya.

Tinggal aja di rumah ya.

Betul.

Kalau Google Maps.

Apa tuh?

Apa lagi?

Tadi ku megang gelas atau apa?

Kalau misalnya kondisinya harus dibawa juga anak tuh Amak.

Apa tips-tipsnya biar anak ini nggak hilang.

Sebagai orang tua dan sebagai anak mungkin ya Dika.

Amak sih syarat bawa rantai.

Bawa rantai.

Bawa rantai ikat lehernya.

Kan nggak kencang-kencang.

Nggak kencang-kencang ikat lehernya.

Habis itu sangkutin di...

Sangkutin di...

Stang sebelah kiri.

Tinggal berarti anaknya.

Kalau menurut Amak itu solusi yang anak nggak akan hilang.

Enggak, kan dibawa.

Kan dibawa.

Tapi kalau dibawa kan dia parkir motor.

Rantai itu kan bisa diikat di ketinggang kita.

Iya.

Itu pun kalau seandainya kita lagi jalan terus dia tiba-tiba melengos gitu kan.

Atau ketarik-tarik dia.

Makanya taruh dia di setang kiri.

Atau kan ada spion.

Iya.

Ikatin ke spion.

Apa rantai itu.

Jangan sama dia. Jangan kemana-mana.

Iya.

Berarti teguknya orang melihat, Mak.

Adikasihnya bisa nggak, Mak?

Benar, Mak.

Anak Mak ada monyet ya.

Anak Mak ada monyet.

Anak Mak biawa.

Udah pokoknya rantai ini saran ibu-ibu ya.

Rantai taruh spion itu bilang, sit, sit.

Itu menurut Amak.

Kalau dibawa juga ke pasar bening tinggal aja di rumah, Mak.

Jangan dirantai di rumah juga.

Nah, kalau di rumah jangan dirantai.

Dikandangin.

Dia bawa ke luar tuh sama rantai.

Ini Amak bercanda.

Iya, iya, iya.

Makanya.

Hekteranya Mak dari suami ke berapa nih, Mak?

Karena suami dari kelima.

Di lima dia, iya.

Apa?

Apa maksud kamu?

Tapi Amak sendiri pernah hilang dulu, Mak.

Amak sendiri pernah hilang waktu itu.

Oh, di mana, Mak?

Waktu Amak tuh terus ke keliling-keliling dunia, kan.

Iya, iya, iya.

Sendiri aja di ASAD.

Tapi ini kayaknya hilangnya pas tahun 98 nih.

Iya, betul-betul.

Amak ikut demo dulu, Mak?

Enggak.

Jadi, Amak...

Hah, itulah.

Amak sedang di rumah teman Amak.

Namanya Liu Kang.

Namanya Liu Kang.

Iya, kan?

Jadi waktu itu Liu Kang...

Liu Kang tuh udah panik juga di rumah.

Amak sedang main-main aja sama Liu Kang.

Waktu itu kan.

Main batu-bata gitu waktu itu.

Terus ada...

Hati-hati, hati-hati, hati-hati.

Amak langsung...

Liu Kang tuh nampak sama Amak diangkut orang.

Nampak sama Amak diangkut orang dia.

Amak lagi main tuh, kan?

Lagi main tuh dia diangkut orang.

Iya, tapi si Liu Kang lagi jauh waktu itu.

Panik, Amak...

Amak berat-berat jadi guci.

Amak berat-berat jadi guci.

Digendong Amak sama orang.

Mantap pula nih, kata dia, kan.

Di rap-nya Amak, kan.

Di plastiknya Amak.

Di plastiknya Amak,

dimasukinnya Amak ke...

NPM.

NPM.

Bus, bus, bus.

Ya, disitulah baru Amak sampai di Palembang.

Iya.

Eh, panjang nih kaletnya.

Iya, iya, iya.

Nah, itu tuh ilang, kan?

Ilang, ilang, ilang.

Capek, capek.

Ya, saran Amak untuk orang tua.

Orang tua tuh, ya, kalau derasannya

nggak bisa bawa anak.

Nggak usah bawa anak.

Iya, tapi kalau harus dibawa, berhati-hati.

Iya.

Yang kalau rantai tuh, Amak...

Bercanda.

Bercanda.

Bercanda.

Danu, danu.

Udah lama pulang lagi, ya.

Terima kasih, Amak.

Assalamualaikum.

Waalaikumsalam.

Ya!

Itu dia dari Amak.

Kita nunggu, kan?

Iya, iya.

Kita nunggu.

Terima kasih buat teman-teman yang sudah mendengar

Paneka semakin lucu setiap harinya.

Semoga teman-teman juga terhibur terus, ya.

Semakin banyak.

Betul.

Kalian juga bisa komen-komen di bawah

apa yang mau kita bawain.

Apa tuh temanya.

Atau teman-teman punya kisah-kisah kesasar juga.

Tulis juga di kolom komen.

Jangan lupa di-subscribe, di-like.

Biar kita lanjut terus, teman-teman.

Terima kasih.

Kalau bisa komentar itu yang membangun, ya.

Jangan, Tio tidak lucu, Sedek tidak lucu.

Boleh, boleh.

Nanti lama-lama kita undang Sule di sini.

Sule sejam podcast isinya,

Pergi, Tio. Pergi, Tio.

Pergi, Tio.

Itu aja nanti.

Bang Pres, Bang Pres mau baca-baca komen sedikit, ya.

Tidak usah.

Tidak usah.

Tidak usah.

Terima kasih, teman-teman yang sudah mendengar.

Sampai bertemu lagi di Paneka selanjutnya.

Saya Mertzgo.

Saya Rinder Mona.

Saya Tio.

Saya Sedek.

Assalamualaikum Wr. Wb.