Merangkul dan menghargai dua sudut pandang berbeda bersama Habib Jafar. 


Berbeda Tapi Bersama With Habib Jafar

Rabbi Sjimon bercerita tentang bagaimana ia mengajar tanpa sedikitpun imbalan di tanah Afrika

Menyajikan dua sudut pandang yang berbeda antara Habib Jafar dan bintang tamu, bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk saling menghargai. Follow IG @berbedatapibersama @husein_hadar yuk untuk pembahasan seru lainnya.

Agama dan Spiritual

Rabbi Sjimon bercerita tentang bagaimana ia mengajar tanpa sedikitpun imbalan di tanah AfrikaMenyajikan dua sudut pandang yang berbeda antara Habib Jafar dan bintang tamu, bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk saling menghargai. Follow IG @<a target="_blank" rel="noopener noreferrer nofollow" href="https://instagram.com/berbedatapibersama">berbedatapibersama</a> @<a target="_blank" rel="noopener noreferrer nofollow" href="https://instagram.com/husein_hadar">husein_hadar</a> yuk untuk pembahasan seru lainnya.

E123: Menjadi Pengajar di Uganda (Bersama Rabbi Sjimon)

 Ada seorang tokoh Yahudi ortodok yang senior umur 60-an, namanya Rabbi Simon dari Amerika Serikat

 yang kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia dan ngasih waktu buat ngobrol-ngobrol dengan gua di BTB

 Saya akan ngobrolin tentang Yahudi dari salah satu tokoh yang populer bahkan konteksnya internasional

 kembali lagi bareng berbeda tapi bersama alias BTB

 ya karena tadi mencoba bahasa Indonesia Rabbainya tapi ya spellingnya jadi gitu

 jadi gitu karena sekarang gue akan ngobrol dengan seorang rabi Yahudi dari Amerika Serikat

 kelahiran Belanda katanya juga nanti kita ngobrolin lah. Beliau lagi ke Indonesia untuk

 bareng gue menjalani satu program namanya itu 1000 Abrahamic Circle. Jadi hidup bersama dengan

 agama-agama Abrahamic. Jadi gue mewakili Islam, rabi Simon mewakili Yahudi dan father Antonio

 mewakili Katolik. Jadi beliau hidup seminggu di rumah gue, gue hidup seminggu di rumah rabi Simon

 di Amerika dan seminggu di rumah father Antonio di Timor Leste untuk kita saling mengenal agar bisa

 saling menyayangi dan harmoni. Tapi karena saya kan memang orang Arab ya jadi untuk belajar

 bahasa Inggris itu dari dulu memang bahasa Inggris itu susah saya itu di pesantren.

 Ah katanya kok sampai belajar bahasa Inggris kata teman-teman pesantren itu. Ngapain belajar

 bahasa Inggris di kuburan juga ditanya pakai bahasa Arab, nggak pakai bahasa Inggris loh jadi

 ngapain. Jadi ada stereotip gitu tentang bahasa Inggris karena dari awal kan belajar TK Islam,

 SD Islam, kemudian SMA pesantren. Jadi selain tolol juga karena memang tidak disupport oleh

 lingkungan. Nah oke ini gue makanya pakai penerjemah namanya Clara. Halo Clara. Halo Amin.

 Jadi Clara ini yang ngikutin gue ke Timor Leste, ke Amerika sebagai penerjemah. Jadi nggak apa-apa

 jadi akhirnya Clara dapat kerjaan, dapat jalan-jalan. Halo Rabbi Simon. Halo. Padahal dia nggak

 ngerti nih. Jadi Rabbi ini umurnya 60 tahun ya. 63 tahun. Rabbi dari awal memang seorang

 Yahudi atau sebelumnya sempat beragama lain. Oh you mean was I originally asli? Asli. No I was

 Kristen. Oh dulunya Kristen. My parents were Christians and I was raised Christian. Dia lahir

 sebagai Kristen dan dibesarkan sebagai Kristen. And I was actually very involved in Christianity,

 in evangelical Christianity. Dan hidupnya selalu mengikuti agama Kristen. As a teenager and but

 later I started studying the sources of Christianity and reading the Bible critically and I was drawn

 towards Judaism and studied that and eventually converted to Judaism. Jadi waktu remaja Rabbi

 belajar tentang Kristen dan mempelajari tentang Alkitab. Namun ada saat di mana Rabbi mulai

 untuk mengkritik Alkitab dan akhirnya memulai untuk belajar agama Yahudi. Dari mana kemudian

 mulai melihat, oh kayaknya saya perlu juga mempelajari Yahudi dan saya melihat ada yang

 tidak make sense antara saya dengan Kristen. In what kind of situation or is there any specific

 time where you find that, oh I think I have to learn about Jewish? Very interesting. It was many

 things in my life came together. Jadi ini pertanyaan yang sangat menarik. Jadi banyak sekali hal-hal

 yang terjadi di hidupnya. So for instance I was studying the Bible, I was very involved as I said

 in evangelical Christianity and evangelical Christians study the Bible independently and quite often.

 Jadi Rabbi mulai mempelajari tentang Alkitab dengan sungguh-sungguh bahkan sampai ada di saat-saat

 yang benar-benar depressed dan bahkan sampai menangis beberapa kali. And the Bible as you probably

 know consists of mainly two parts which is called the Old Testament and the New Testament. Jadi di

 Alkitab sendiri itu ada dua yang Alkitab lama dan yang perjanjian lama dan perjanjian baru.

 So if you start, first of all Christians believe that this is all the Word of God, not just a

 part of it, its all from God. Jadi Kristen percaya bahwa ini awalnya memang seluruhnya dari Tuhan,

 memang betul-betul dari Tuhan. But at the same time Christians teach that the Old Testament has

 been replaced by the New Testament. Namun ditemukan bahwa perjanjian lama ini digantikan dengan

 perjanjian baru. Im saying it a bit simple but it comes down to that. Ya itu secara mudahnya

 dijelaskan oleh Reza. However if you read the Old Testament you see that God says to Nabi Musa,

 to Moses, that this is my covenant with you for all times, forever. Jadi untuk di perjanjian lama seperti yang ada dari Nabi Musa, ini adalah yang betul-betul dari Tuhan.

 So then I wonder, if God said this is my plan for you forever, and later the New Testament teaches that it was replaced, did God change his mind?

 Jadi lalu rebai berfikir, berarti seharusnya yang perjanjian lama inilah yang dari Tuhan betulan. Lalu dengan adanya perjanjian baru, apakah Tuhan mengubah pikirannya?

 And then if you look critically at the Gospels of the story of Jesus, dan kalau Habib mungkin bisa melihat tentang Gospel tentang adanya Yesus,

 then you see that Jesus, in my opinion, as the way I see it, did not come to bring a new religion.

 He was Jewish, and he preached to Jews, and he was not trying to replace anything.

 So my conclusion was that the followers of Jesus after him made that change, but not he himself.

 Ketika melihat ini, sebetulnya pada saat itu Nabi itu bukan mengubah kaum ini untuk menjadi agama lain, namun memberikan informasi kepada Yahudi tentang hal yang baru ini.

 So for me the choice was who am I following, am I following the later students of Jesus, or the students of the students, or am I following the word of God which was originally given and which I believe Jesus also followed.

 Lalu pada akhirnya rebai pun berfikir bahwa ini saya seharusnya mengikuti omongan dari murid ke murid, atau dari Tuhan langsung.

 Now Father Antonio is in the studio, and maybe he should put his fingers in his ears because I dont want him to change religion.

 Father Antonio sekarang lagi ada di studio juga, dan rebai nggak mau kalau Father mendengar ini nanti malah ganti agama.

 Jadi ini yang menarik bahwa jangan pernah dialog antara agama itu dilihat sebagai satu konflik atau sebagai perbandingan.

 Tapi setiap orang itu punya pengalaman spiritualnya sendiri-sendiri sehingga kemudian setiap orang memilih sesuatu itu sesuai dengan perjalanan spiritualnya.

 Yang sebagian bisa menjelaskan, sebagian bahkan tidak bisa menjelaskan karena itu pilihan hatinya.

 Jadi jangan dianggap ini membanding-bandingkan agama enggak, ini sekedar kita sharing tentang apa yang dialami.

 Toh di internal agama pun kan begitu ya, kita kadang sharing dulu saya begini, terus sekarang saya begini, dulu sholat saya sebegini, sekarang sholat saya begitu. Itu satu spiritual journey yang masing-masing orang itu punya hak untuk menjalannya secara berbeda.

 Jadi Habib bilang ke penonton bahwa secara realitas untuk agama, orang akan memiliki asumsi yang berbeda dan berpikir, cara berpikir dan dia bilang bahwa itu sesuai dengan orang dan perjalanan spiritualnya.

 Jadi itulah kenapa kita tidak bisa menilai agama.

 Benar, bisa saya bilang sesuatu tentang itu? Ya.

 Saya juga percaya bahwa Tuhan berjalan dengan jalan yang berbeda dengan orang yang berbeda.

 Jadi orang memiliki jiwa individu dan beberapa jiwa bahagia dan berada di tempat mereka dalam agama tertentu dan agama lain.

 Jadi Tuhan itu punya berbagai macam jalan untuk orang-orang dan dengan cara-cara tersebutlah orang bisa mengetahui bagaimana caranya dia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

 Jadi saya merasa sangat di tempat yang tepat dalam Judaism dan setidaknya dalam jenis Judaism yang saya ikuti.

 Tapi saya melihat bahwa itu bukan untuk semua orang dan orang lain memenuhi tugas mereka di tempat mereka.

 Dan menurut Rebai mungkin ini bukan untuk semua orang karena orang lain pun juga punya jalannya sendiri.

 Saya jadi teringat apa yang disampaikan oleh Syed Hussein Nasser tentang claim of truth, claim tentang kebenaran.

 Bahwa setiap agama pasti memilih claim tentang agamanya yang paling benar dan itu hak setiap agama yang kalau dalam Islam harus dihormati dengan tidak pernah menyinggung agama orang.

 Yang diklaim sebagai kebenaran karena akan membuat orang itu betapapun menurut kita salah akan memperolok agama kita dan akhirnya agama menjadi perolokan.

 Jadi Habib bilang bahwa ketika kita berbicara tentang agama maksudnya ketika kita membandingkan atau berbincang dengan cara yang buruk maksudnya satu sama lain bisa memalukan satu sama lain.

 Maka itulah kenapa kita tidak bisa melakukannya.

 Tentu saja ada kebenaran, Tuhan adalah kebenaran.

 In Hebrew Adonai Eloheim, Adonai Tuhan adalah Emet yang artinya Al-Haq, yang merupakan kebenaran.

 Tapi apakah kita bisa memiliki kebenaran tersebut? Kebenaran tersebut terlalu besar dan spiritual, kita tidak bisa menyebutnya dalam bahasa manusia.

 Bahasa manusia selalu terbatas dan Tuhan tidak terbatas.

 Jadi ketika kita menulis, bahkan syahadah kita sangat penting, tapi kebenaran Tuhan terdekat dengan itu.

 Tapi kebenaran Tuhan lebih besar dari sebarang diksineri.

 Jadi saya akan selesaikan setelah Anda menerjemahkan.

 Jadi Tuhan itu maha benar dan cara dia menunjukkan kebenarannya itu adalah dengan berbagai macam cara.

 Ada asumsi khususnya di kalangan orang Indonesia, paling tidak yang saya kenal dan saya ajak ngobrol, bahwa orang yang bisa mengenut agama Yahudi itu hanya orang yang secara etnik Yahudi.

 Benarkah begitu? Jadi ada asumsi di Indonesia yang mengatakan bahwa orang yang menjadi Yahudi itu artinya ada hal etnik.

 Jadi susah untuk menjadi Yahudi karena harus menjadi hal etnik.

 Maksud Anda tidak mungkin untuk menjadi Yahudi menurut asumsi ini?

 Itu tidak benar. Selama sejarah di Judaism, orang-orang telah bergabung dengan Judaism yang bukan Yahudi dari awal.

 Itu benar bahwa jika Anda seorang Yahudi etnik, misalkan dari ibu Yahudi, Anda secara otomatis Yahudi.

 Anda tidak perlu, Anda berada di daerah.

 Jadi itu tidak benar. Mungkin memang secara struktur keluarga, jika seandainya seorang ibu itu betul-betul Yahudi, maka anaknya juga akan otomatis sebagai Yahudi juga.

 Tapi karena opresi, sejak lama itu sangat berbahaya bagi para Yahudi untuk menerima pengembaraan, karena misalkan di Eropa,

 jika seorang Yahudi datang, saya ingin menjadi Yahudi, dan Anda mengambilnya, akan terjadi persekusi besar.

 Jadi persekusi itu tidak bisa dipikirkan, jadi para Yahudi telah dilatih oleh dunia luar untuk memikirkan bahwa Anda harus dilahirkan sebagai Yahudi.

 Jadi ada bahkan para Yahudi yang mempercayai ini, tapi ini tidak berdasarkan kebenaran.

 Jadi karena adanya perseteruan, dan pada saat itu misalnya ketika seseorang datang, orang Kristen misalnya datang ke Yahudi,

gs://noice-data-lake/transcription_results/6aa9323a-a1c1-45c5-984d-680a18dc0549/transcription_content-1697698850376.srt

E123: Menjadi Pengajar di Uganda (Bersama Rabbi Sjimon)

Kreator