Setahun Genosida di Gaza, Standar Ganda Amerika Serikat Melindungi yang Bersalah*
Radio Seila FM
“Tajuk Rasil”
Senin, 4 Rabiul Akhir 1446 H/ 7 Oktober 2024
*Setahun Genosida di Gaza, Standar Ganda Amerika Serikat Melindungi yang Bersalah*
_Artikel Republika_
7 Oktober 2023 merupakan hari di mana Israel mulai melakukan genosida di Jalur Gaza setelah kelompok Hamas melakukan serangan lintas batas sebagai salah satu bentuk perjuangan Palestina melawan pendudukan ilegal Israel yang sudah dilakukan selama puluhan tahun. Menurut Israel, serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 itu menewaskan 1.139 warga Israel dan sekitar 250 orang dijadikan sandera.
Dengan memakai dalih "berhak membela diri", Israel melancarkan serangan balasan yang terus dilakukan hingga satu tahun kemudian, yang sudah membuat lebih dari 41.800 warga Palestina syahid dan lebih dari 96.800 lainnya terluka. Tidak berhenti di situ, pada 23 September, Israel mulai melakukan serangan udara besar-besaran ke Lebanon dan pada 1 Oktober Israel melaksanakan serangan darat ke Lebanon, dengan dalih klasik, untuk "membela diri" dari serangan Hizbullah. Hingga saat ini, jumlah korban tewas serangan Israel di Lebanon sudah mencapai 2.011 orang, sekitar 9.500 lainnya terluka serta 1,2 juta warga mengungsi.
Sudah dua negara yang diserang Israel dengan memakai alasan "membela diri" dan banyak korban warga sipil yang berjatuhan karena alasan itu. Namun, tidak ada sanksi, seperti larangan ekspor dan impor, pembekuan aset, yang dijatuhkan kepada Israel untuk "memaksa" Israel menghentikan serangan mereka. Hanya publik saja yang berupaya memboikot semua produk yang dimiliki Israel dan produk pendukung Israel. Beberapa negara pun seolah "membeo" dengan apa yang dikatakan oleh Israel; saat Israel menyebutkan bahwa mereka berhak membela diri dengan melakukan serangan ke Jalur Gaza.
Negara pendukung utama Israel, yakni Amerika Serikat, justru mendukung pernyataan "membela diri" dari Israel tersebut. Meski pada akhirnya Amerika Serikat menyerukan gencatan senjata setelah mengetahui puluhan ribu warga sipil Palestina meninggal dunia, --sambil tetap mengirimkan bantuan militer kepada Israel--, hingga saat ini seruan itu belum membuahkan hasil yang nyata. Selain menyerang Palestina dan Lebanon, Israel juga menyerang Suriah karena Israel menganggap Suriah sebagai proksi dari Iran. Iran sendiri merupakan sponsor utama kelompok Hamas yang menentang Israel. Di saat Israel melabeli Hamas sebagai kelompok teroris, AS dan beberapa negara Barat lainnya juga ikut menyatakan hal yang sama, meski yang dilakukan Hamas itu merupakan reaksi dari aksi ilegal yang dilakukan Israel terhadap Palestina, sejak puluhan tahun yang lalu.
Iran pun pernah menyerang fasilitas militer Israel sebagai balasan atas hancurnya gedung konsulat Iran di Damaskus, Suriah, akibat serangan udara Israel. Akan tetapi, alih-alih "menegur" Israel yang memprovokasi Iran, Amerika Serikat malah memperingatkan Iran untuk tidak membalas serangan Israel itu. Meski ada standar ganda yang dilakukan oleh beberapa negara Barat terhadap konflik Israel dan Palestina, perlahan tapi pasti, mulai ada negara Barat, seperti Spanyol, Norwegia, dan Irlandia, yang menyuarakan dukungan terhadap Palestina dan mulai mengkritik Israel. Bahkan Spanyol bergabung dengan Afrika Selatan melaporkan tuduhan kejahatan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Mahkamah Internasional sendiri telah memutuskan bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina adalah ilegal dan memerintahkan Israel untuk segera keluar dari wilayah Palestina. Sayangnya, keputusan Mahkamah Internasional itu hanya dianggap angin lalu oleh Israel dan beberapa negara pendukungnya. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pun berusaha mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap beberapa pejabat Israel, seperti Benjamin Netanyahu, atas dugaan kejahatan perang dan pelanggaran HAM yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Hampir setahun setelah serangan Israel di Jalur Gaza, beberapa negara Barat mulai mengubah sikap mereka terhadap Israel. Sulit bagi mereka untuk terus "menutup mata" atas jumlah warga sipil Palestina yang syahid akibat serangan Israel, terutama setelah Israel membombardir rombongan relawan asal negara-negara Barat yang mengirimkan bantuan makanan untuk warga Palestina di Jalur Gaza. Bahkan Prancis mulai mengambil sikap tegas terhadap Israel dan mengkritik sikap Amerika Serikat yang selalu memveto resolusi gencatan senjata Dewan Keamanan PBB.
Meski tidak langsung menjatuhkan sanksi terhadap Israel atau memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, beberapa negara Barat mulai bereaksi terhadap Israel yang terus melancarkan serangan ke negara lain. Perlahan tapi pasti, meski beberapa negara Barat mengatakan bahwa mereka "setia" dengan Israel, mereka juga mulai melihat bahwa Israel tidak akan pernah berhenti menyerang negara yang Israel anggap sebagai musuh, sekeras apa pun seruan dari mereka untuk melakukan gencatan senjata atau meminta Israel tidak melakukan penyerangan.
Meski membutuhkan hampir setahun untuk "membuka mata" beberapa negara Barat terhadap Israel, bukan tidak mungkin mereka bisa menghentikan agresi Israel tersebut, selama yang dilakukan bukan hanya seruan, melainkan tindakan nyata, --seperti sanksi, embargo atau larangan--, agar bisa efektif menghentikan Israel. Tindakan nyata perlu dilakukan untuk mencegah bertambahnya korban warga sipil yang meninggal dan terluka akibat serangan Israel. Selama setahun, Palestina sudah kehilangan 41.800 warganya dan Lebanon, hanya dalam dua minggu, sudah kehilangan lebih dari 2.000 warganya dalam serangan Israel. Tunggu apa lagi?
_Wallahu‘alam bishshawab_