Masuk
Timnas Garuda, Bahrain, dan Politik Timur Tengah
8 Menit
11 Oktober 2024
Tadi malam, timnas sepakbola Indonesia menghadapi tuan rumah Bahrain dalam pertandingan lanjutan penyisihan babak ketiga piala dunia zona Asia. Laga yang berakhir dengan skor imbang 2-2 ini memperoleh perhatian begitu luas dan emosional di Tanah Air. Demam menuju piala dunia, kira-kira begitulah suasana kebatinan masyarakat Indonesia. Informasi sekecil apa pun terkait perhelatan itu, baik tentang pemain, kontroversi kepemimpinan wasit ataupun hal lain akan disambar jadi berita yang tersebar luas dengan partisipasi penonton, like, dan comment yang banyak.
Jika dibaca dari sisi lain maka pertandingan ini mencerminkan pertandingan dua negara yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam banyak hal termasuk posisi dan sikapnya terhadap isu-isu besar di Timur Tengah. Bahrain adalah negara mikro yang memiliki wilayah sedikit lebih luas daripada Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta atau lebih kecil dari Kabupaten Trenggalek di Jawa Timur. Sedangkan Indonesia memiliki wilayah yang begitu luas hampir mencapai dua juta kilometer persegi. Namun, kedua negara sama-sama negara kepulauan. Perbedaannya, kepulauan Bahrain hampir setengahnya adalah pulau buatan sedangkan kepulauan di Indonesia seluruhnya atau hampir seluruhnya pulau natural.
Kendati ukurannya mikro, Bahrain seperti negara Arab Teluk lain, sangat kaya terutama dari hasil minyak dan gas. Mereka adalah negara investor yang jadi rebutan kerja sama negara-negara di dunia meskipun masih kalah mentereng dari Qatar dan Uni Emirat Arab. Penghasilan lain yang khas negeri ini adalah mutiara yang konon punya kualitas tinggi dan tentu pariwisata pantai. Negara-negara Arab Teluk terdiri dari enam negara yaitu Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Kesultanan Oman yang keenamnya tergabung dalam organisasi regional GCC.
Sebagaimana negara Arab Teluk yang lain, Bahrain merupakan negara monarki. Negara-negara ini selamat dari amuk Arab Spring meskipun Bahrain sempat mengalami tekanan sangat besar dari gelombang itu sekitar satu dekade lalu. Dibandingkan negara Arab Teluk lain, kehidupan masyarakat Bahrain cenderung terbuka dan lebih permisif. Ini bisa dipahami sebab masyarakat Bahrain pada dasarnya adalah masyarakat pelabuhan, persinggahan dan lalu lintas manusia dari beragam kebudayaan. Mereka juga jadi rebutan kekuatan-kekuatan politik besar dari masa ke masa.
Sekadar informasi sederhana, mayoritas penduduk Bahrain adalah Syiah yang terdiri dari suku Baharna dan Ajam sementara penguasanya berasal dari golongan Sunni yang minoritas yang terdiri dari Arab dan Huwala. Ini berbalikan dengan kondisi Suriah yang penguasanya minoritas Syiah Alawiyah sementara penduduknya mayoritas Sunni. Fakta itu jadi tekanan tambahan terhadap penguasa Bahrain di tengah gerakan protes yang melanda kawasan pada dekade lalu.
Catatan lain dari negeri ini dan perbandingannya dengan Indonesia adalah keputusan penguasa Bahrain untuk melakukan normalisasi dengan negara Israel. Sedangkan Indonesia dikenal sebagai pendukung militan Palestina dan lantang terhadap penjajahan Zionis Israel. Pada 15 September 2020, Menlu Abdullatif bin Rasyid al-Zayyan atas nama kerajaan Bahrain menandatangani perjanjian Abraham dengan Israel dan disaksikan oleh Presiden Trump di Gedung Putih. Ada tiga negara Arab lain yang sudah melakukan normalisasi dengan Israel, yaitu Uni Emirat Arab, Sudan, dan Maroko.
creator-rss
Radio Seila FM
20
Subscribers
Subscribe
Komentar
Kreator
Lihat episode lain